SURABAYA-SM. Sekilas Masjid Cheng Ho Surabaya ini menyerupai kelenteng (rumah ibadah umat Tri Dharma). Masjid ini didominasi warna merah, hijau, dan kuning. Ornamennya kental nuansa Tiongkok lama. Pintu masuknya menyerupai bentuk pagoda, terdapat juga relief naga dan patung singa dari lilin dengan lafaz Allah dalam huruf Arab di puncak pagoda. Di sisi kiri bangunan terdapat sebuah beduk sebagai pelengkap bangunan masjid.
Masjid ini didirikan atas prakarsa para tokoh-tokoh Muslim Tionghoa di Surabaya serta dukungan pengurus PITI (Pembina Iman Tauhid Islam) Tionghoa dan Yayasan Haji Muhammad Cheng Ho Indonesia Jawa Timur. Pembangunan masjid ini dimulai pada tanggal 15 Oktober 2001.
Burnadi Hasan, Pengurus Yayasan Haji Muhammad Cheng Ho mengatakan, masjid ini merupakan bentuk penghormatan pada Cheng Hoo, Laksamana asal Cina yang beragama Islam. Masjid ini diresmikan penggunaannya pada tahun 2002 oleh Kedutaan Tiongkok di Indonesia. “Yayasan Cheng Hoo ini bergerak di bidang pendidikan berbasis masjid untuk berdakwah dan menarik keturunan warga China di Surabaya,” tuturnya.
Pembangunan masjid ini mengadopsi sejarah perjalanan Muhammad Cheng Hoo ke Indonesia. Ada sedikit perbedaan tentang jejak peninggalan Laksamana Muhammad Cheng Hoo di beberapa wilayah di Indonesia. Seperti diketahui bahwa dia adalah seorang Muslim yang membawa satu armada yang terdiri dari 300 kapal yang mengelilingi dunia dimana anak kapal ini 90 persen beragama budha. Di Indonesia mereka pernah mendarat di Surabaya, Semarang, Purbalingga dan Palembang.
Jejak peninggalannya di Semarang ditandai dengan adanya Kelenteng Chengho. “Kita sudah survey disana Cheng ho di Semarang penulisannya menggunakan satu huruf O, sedangkan Surabaya ini penulisannya dengan dua huruf O, Cheng Hoo,” tuturnya.
Menurut Burnadi, perbedaannya, satu O ini singkritisme yaitu perpaduan Islam dan unsur Budha. Kalau di Surabaya dengan dobel O berarti ini Islam yang hakiki tak ada perpaduan dari ajaran lain, murni Islam. Keberadaan jejak-jejak Cheng Hoo ini beda dengan yang ada di Surabaya sehingga Jaya Suprana pemilik perusahaan rekor MURI mengeluarkan sertifikat untuk Masjid Cheng Hoo Surabaya sebagai masjid pertama di Indonesia yang berarsitektur Tiongkok. “Kalau sudah diberikan rekor MURI tidak bisa dibantah lagi,” tuturnya.
Pernah terjadi klaim sepihak pada saat pembangunan Masjid Cheng Hoo Surabaya bahwa mereka mengaku sebagai keturunan kedua belas Muhammad Cheng Hoo. Padahal semua orang tahu bahwa Jenderal Laksamana Chenghoo adalah seorang kasim yang tidak mungkin memiliki keturunan seperti seorang pendeta yang tidak bisa menikah. “Inilah yang menjadi dasar bahwa tidak bisa ada yang mengklaim mengaku keturunan mereka,” paparnya.
Keberadaan masjid ini telah membawa banyak warga keturunan Tionghoa yang memeluk Islam. Memang agak sulit menjelaskan berapa banyak yang masuk Islam setelah adanya masjid ini karena kebanyakan tidak mau diekspos. Satu contoh, ada seorang Muslim yang berkorban banyak untuk mempertahankan keyakinannya. Hingga akhir hayatnya ini tidak pernah meninggalkan shalat sampai meninggal dalam keadaan setelah melaksanakan shalat fardhu. “Ketika meninggalnya, masih ada tetesan air wudhu yang belum kering dari wajah dan tangannya,” tuturnya. / ahm.