SM| Jakarta–Aliansi Cinta Keluarga (Aila) Indonesia menjadi organisasi kemasyarakatan yang paling getol menyuarakan penolakan atas Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU P-KS) yang kini digodok di DPR.
Diskusi tentang ketiga rancangan UU tersebut digelar Aila di kawasan Kalibata, Pancoran, Jakarta Selatan, Selasa siang 23 Juli 2019. Diskusi menghadirkan sejumlah narasumber antara lain Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia Neng Zubaidah, Ketua Bidang Jam’iyah PP Persistri Titin Suprihatin, Direktur Center of Gender Studies (CGS) Dinar Dewi Kania, dan Ketua Yayasan Perak Depok, Nur Widiana. Turut hadir menyampaikan testimoni, psikolog sekaligus pendiri Yayasan Kita dan Buah Hati, Elly Risman Musa.
Ketua Aila Indonesia, Rita H Soebagio mengatakan, alasan utama penolakan Aila atas RUU P-KS adalah karena RUU tersebut menegasikan peranan keluarga dan filosofi mendasar dari konsep kekerasan seksual.
Aila secara mendasar mempertanyakan definisi kekerasan seksual yang dirumuskan dalam RUU yang mereka nilai sangat bermasalah.
“Yang jadi perhatian kita adalah spirit dan desain umum RUU P-KS. Sebab RUU ini jelas-jelas ingin merekonstruksi konsep seksualitas yang lepas dari nilai moral dan agama,” ungkap Rita.
Aila, kata Rita, mengingatkan sejumlah dampak negatif bila RUU tersebut dipaksakan untuk disahkan. RUU P-KS dinilai berpotensi melegalkan perzinahan. Sebab aktifitas zina tidak dianggap kekerasan jika dilakukan atas dasar suka sama suka. Selain itu juga bakal menyuburkan perilaku LGBT.
“Pengesahan RUU P-KS juga berpotensi melegalkan prostitusi dan aborsi bila perilaku itu dilakukan atas kesadaran sendiri,” tambah Rita. [nk]