SUARAMASJID.com| Jakarta–Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) dan Student Peace Institute beberapa waktu lalu melaporkan Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Muhammad Rizieq Syihab ke SPK Terpadu Polda Metro Jaya karena diduga telah melakukan penistaan agama.
Habib Rizieq dituduh PMKRI dan Student Peace Intitute melanggar Pasal 156 dan Pasal 156 a KUHP dan atau Pasal 28 ayat 2 Juncto Pasal 45 a ayat 2 Undang-undang RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang ITE perubahan atas Undang-undang RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE.
Habib Rizieq dilaporkan karena merasa tersakiti dengan kutipan surat Al-Ikhlas ceramahnya pada acara pengajian di Pondok Kelapa, Jakarta Timur, 25 Desember 2016. Pada pengajian itu, dia mengatakan, “Habib Rizieq selamat Natal. Artinya apa, selamat hari lahir Yesus Kristus sebagai anak Tuhan. Saya jawab, lam yalid wa lam yulad, Allah tidak beranak dan tidak diperanakkan. Kalau Tuhan beranak, bidannya siapa?”
Menanggapi hal itu, pakar hukum pidana, Prof Dr Syaiful Bakhri SH MH mengatakan penodaan agama yang resmi di Indonesia diatur sangat limitatif dalam pasal 156 a. “Bertujuan untuk melindungi agama, kitab suci dan para Nabi,” kata Syaiful yang juga Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta seperti diunggah Gontornews.com, Jumat (30/12).
Dikatakannya, terhadap simbol hari keagamaan sama sekali tidak diatur. Karenanya perlu didalami setiap pelaku penista agama yang sekarang sangat sensitif. Tidak diperlukan kriminalisasi. Apalagi dendam. “Hukum pidana menganut perbuatan yang selesai tidak diperlukan niatnya,” jelasnya.
Menurut Syaiful, Imam Besar FPI Habib Rizieq tidak menista agama, karena itu masuk dalam keyakinan agama Islam. “Itu tidak menista agama, dan masuk dalam keyakinan agama Islam. Itulah perbedaan agama dan keyakinan,” ujarnya. [FR}