Keheningan masjid menjadi pendobrak kesadaran Nanang Qosim Yusuf. Awalnya menjadi penjaga masjid, kini ia menjadi master trainer. Ia pernah mendapatkan rekor MURI sebagai trainer dengan peserta terbanyak, 18.000 orang di Istora Senayan. Bagaimana kisahnya?
Siang itu, di jalanan yang panas dan terik, di sebuah desa di Brebes, Jawa Tengah, sosok orang tua mengayuh becaknya hingga keringatnya membasahi tubuhnya. Bukan penumpang yang ia bawa, melainkan barang bangunan. Sesekali slayer yang menutupi sebagian kepalanya nampak basah karena peluh dari dahi dan pipinya.
Tak jauh dari sang ayah, seorang anak kecil bernama Nanang Qosim Yusuf sedang ditanya salah seorang temannya. ”Nang itu bapakmu ya?” Nanang pun menjawab dengan polosnya, ”Ya.”
Setelah pertanyaan sang teman pada dirinya di depan bapaknya, hari berikutnya sang bapak tak lagi nampak menjalankan becaknya. Sang anak pun bertanya-tanya dalam hati, ”Mengapa bapak tak menjalankan becak?”
Nanang pun bertanya langsung ke ayahnya, ”Pak kenapa tidak mangayuh becak?” Dengan nada bergetar sang bapak pun menjelaskan, ”Nang, aku tak mau kamu melihat pekerjaan bapak seperti ini,” jawabnya.
Begitulah titik balik yang membawa pria kelahiran Brebes, 12 Agustus 1979 ini berniat untuk merubah kondisi ekonomi keluarganya yang cukup mengenaskan. Tekadnya untuk menjadi orang yang berguna dan bisa membantu banyak orang terus membuncah. Klimaksnya, lelaki yang akrab dipanggil Naqoy ini melakukan hijrah ke Jakarta.
Usai lulus Madrasah Aliyah di pesantren Munjul, Cirebon, Naqoy memaparkan niatnya untuk merantau ke Jakarta untuk kuliah. Awalnya, sang orangtua, Sufyan dan Siti Daryunah tak mengijinkannya untuk kuliah, pasalnya ia tak mampu secara ekonomi untuk membiayai kuliahnya.
Namun, Naqoy tetap tak putus asa, dengan alasan berbeda yakni mau mencari kerja ia berangkat ke Jakarta. Alasan inilah yang disampaikan kepada ayahnya dan para tetangganya, supaya ayahnya tak dipermalukan.
Akhirnya orangtua pun hanya bisa merestui niat baik sang anak. Mereka hanya bisa berdoa dan berdoa. Akhirnya dengan ongkos Rp 63.000, Naqoy pun hijrah ke Jakarta dengan segudang cita ingin menjadi orang sukses.
Sesampainya di Jakarta Naqoy mampir di rumah saudara sepupunya yang berprofesi sebagai tukang ojek di area wisata Dunia Fantasi Ancol Jakarta Utara. Meski hanya tukang ojek, Kayadi manaruh iba kepada saudaranya, hampir setiap hari ia menyisihkan lima ribu rupiah dari hasil ngojeknya diberikan kepada Naqoy untuk membeli makan sehari-hari. Walau ia sendiri orang susah, namun ia selalu mendorong dan menyemangati Naqoy untuk kuliah. Setelah beberapa bulan ikut Kayadi, tahun 1997 Naqoy akhirnya berangkat ke Ciputat Jakarta Selatan.
“Pertama kali saya menuju Ciputat, saya bilang turun di masjid depan kampus Ciputat, tapi ternyata saya diturunkan oleh kondektur bus di Masjid Sunda Kelapa,” kenangnya. Ia pun akhirnya mendaftar dan diterima di Fakultas Tarbiyah IAIN Syarif Hidayatullah.
Karena tak punya cukup uang untuk menyewa kamar kost, bahkan untuk biaya makan sehari-hari pun susah, akhirnya Naqoy bekerja sebagai tukang jaga sepatu dan petugas kebersihan di Masjid Fathullah depan kampus UIN Syarif Hidayatullah Ciputat.
Awalnya, selama tiga bulan, ia hanya bisa tidur di emperan masjid. Karena terpaan angin malam dan tidur di atas keramik, ia pun terkena peenyakit batuk darah. Melihat kondisi Naqoy, pengurus masjid pun memberikan ijin untuk tinggal di ruang khusus marbot.
Itulah rutinitas yang dikerjakan Naqoy. Sementara banyak mahasiswa Jakarta sibuk bersenang-senang di gemerlapannya ibukota. Tapi ia melakukannya dengan ikhlas, karena Allah Yang Maha Pengasih telah begitu berbaik hati memberikannya atap untuk berlindung dari panas dan hujan.
Demi mengangkat derajat orangtuanya yang telah memperjuangkan dirinya. Ia bertekad untuk melakukan yang terbaik, dan rela melakukan apa pun asalkan halal. Keikhlasan menjadi senjata utama Naqoy dalam menghadapi kenyataan hidupnya.
Dari Masjid Fathullah lah, Naqoy mulai menemukan secercah sinar harapan kesuksesan. Ternyata Masjid Fathullah begitu bercahaya dengan ilmu-ilmu yang hebat. Disanalah sering berkumpul banyak tokoh intelektual Islam terbaik di negeri ini. Ada Prof. Dr. Quraish Shihab, Prof. Dr. Nazaruddin Umar, Prof Komaruddin Hidayat, bahkan (alm) Prof Nurcholish Madjid. Mereka adalah bintang-bintang cahaya kecerdasan bangsa ini.
Mereka berceramah dan berdiskusi, dan itu menjadi malam-malam yang sarat dengan ilmu, visi, dan inspirasi besar. Mereka berbincang-bincang tentang Tuhan, tentang hidup, dunia, dan bagaimana membuat seluruh umat manusia bisa hidup lebih baik di dunia ini.
Sebagai marbot yang tinggal di masjid, kesempatan itu tidak ia sia-siakan. Ia mencoba serap habis ilmu-ilmu besar dan dahsyat itu dengan intens, terus menerus selama bertahun-tahun. Ilmu-ilmu besar itu membuat mata pikiran dan mata hatinya terbuka. Visinya terbentuk dari akumulasi ide-ide spiritualisme terbesar di negeri ini.
Dan pada malam-malam yang indah dan ditaburi bintang, masjid yang hening itu menjadi tempat yang menyenangkan untuk mempertajam batin, pikiran, dan visi. Semangatnya besar karena dia telah belajar dari orang-orang besar, dan mempunyai ilmu layaknya orang-orang terbesar di negeri ini.
Selain berkontemplasi, dia juga membaca banyak buku yang semakin memperkaya ilmunya. Di malam-malam sepi dia mengalunkan ayat-ayat suci Al-Qur’an. Lalu dia akan membaca buku-buku dari Kiai Mustofa Bisri, Kahlil Gibran, sampai buku-buku manajemen diri modern dari Rhenald Kasali, Dale Carnegie, John C. Maxwell, David Schwartz, Stephen Covey, dan sebagainya.
Naqoy sangat yakin seluruh ilmu yang telah dikumpulkannya itu bisa membawa pencerahan bagi banyak orang. Dan kalau dia bisa menyebarkan inspirasi-inspirasi besar itu, maka dia bisa menjadi manusia besar di mata Allah, yaitu manusia yang bermanfaat bagi banyak orang. Dan dunia, bisa menjadi tempat yang sedikit lebih baik. Kuncinya, adalah menemukan formulasi yang istimewa dan ringkas dari semua ilmu hebat itu.
Dan dari Masjid Fathullah yang hening itu, keajaiban pun terjadi. Naqoy menemukannya. Di tempat itu, ia menemukan pencerahan, menemukan rumus besarnya. Rumus yang sekarang telah menginspirasi puluhan ribu orang, dari mahasiswa, pengusaha, pejabat, sampai artis. Dia menemukan rahasia-rahasia hidup, rahasia ketenangan hati, rahasia keunggulan dan kebahagiaan manusia.
Rumus hasil perenungannya itu ia namakan “The 7 Awareness”. Tujuh rumus besar untuk menemukan hidup yang lebih bermakna dan unggul. Semuanya adalah hasil dari keikhlasan.
Mengapa 7? trainer yang dijuluki Sang Penutur Kesadaran ini mengatakan angka 7 ia temukan ketika membaca Al-Qur’an yang berbunyi “Allah menciptakan 7 lapis langit….”. Saat itu, Naqoy seolah dibuka mata pikiran dan hatinya dan melihat bahwa 7 adalah angka spiritual.
Dari angka 7 juga, ia teringat istilah cakra, ada 7 cakra dan 7 jiwa (nafs). Angka itu akhirnya menjadi titik balik untuk training-training Naqoy. Angka 7 ini menjadi sebuah pintu yang tidak bisa dipisahkan satu sama lainnya dan itu menjadi tahapan kesadaran setiap insan untuk menjadi manusia di atas rata-rata.
Ketujuh tapahan kesadaran itu adalah thinking, silence, success, soul, wisdom, vision, surrender. Sikap pasrah dan ikhlas adalah titik puncak yang mendekatkan seseorang kepada Sang Pencipta, Allah.
Ingin Dirikan Pesantren dan Universitas Kesadaran
April 2006, akhirnya salah satu cita-cita besarnya terwujud. Ia menerbitkan buku pertamanya, “The 7 Awareness” yang diterbitkan penerbit terbesar di Indonesia, Gramedia.
Buku yang tajam dan luas, bahkan juga diulas di harian Kompas hari Minggu. Setelah itu, keistimewaannya tersebar luas kemana-mana. Ribuan orang membeli buku itu dan menjadi best seller dalam waktu singkat.
Bahkan, banyak orang-orang penting dan pengusaha melihat keunggulan spiritual dalam konsep ”The 7 Awareness” itu. Ilmu besar yang dibutuhkan bagi dirinya sendiri, maupun perusahaan mereka. Naqoy pun diundang untuk berbagai seminar dan training di banyak perusahaan. Nyaris sulit dipercaya, karena beberapa waktu lalu ia hanyalah seorang pemuda penjaga masjid.
Akhirnya ia sukses menjadi trainer spiritual dan motivasi di banyak perusahaan-perusahaan besar. Perusahaan seperti Pertamina, Telkom, PLN, BRI, TransCorp, dan banyak lainnya. Bahkan sang diva KD, Krisdayanti pun mendengar training ini dan mengikutinya di tahun 2009 lalu.
Menjelang lebaran 2009, Naqoy mencapai tingkat kesuksesan berikutnya dengan mendapatkan Rekor MURI sebagai trainer dengan jumlah peserta terbanyak, yaitu 18.000 orang di Istora Senayan.
Di penghujung tahun 2009 ini, dia juga baru saja meluncurkan buku keempatnya, ”Jejak-Jejak Makna Basrizal Koto” salah satu pengusaha sukses yang acaranya juga dihadiri Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi dan diberi pengantar oleh H.M Jusuf Kalla.
Sekarang bukunya yang akan terbit adalah ”OMA, One Minute Awareness” kumpulan cerita para tokoh yang menemukan momen-momen dalam perjalanan hidup mereka yang bisa menjadi pemicu untuk kesuksesan.
Dalam diam, Naqoy memendam cita-cita ingin mendirikan Pesantren Kesadaran, ketika alumninya sudah mencapai 50.000 orang di seluruh Indonesia. Pesantren ini akan menjadi tempat untuk melatih calon pemimpin masa depan yang penuh kesadaran. Sebagai tempat yang menyadarkan bangsa, Naqoy akan melakukan revolusi dalam pendidikan pesantren di Tanah Air.
Rencananya, pesantren ini akan dibuka tahun 2012 nanti, saat ini Naqoy sedang melakukan perencanaan dengan baik agar tujuan jangka menengah tersebut berhasil. Rencananya Pesantren Naqoy akan diberi nama “AR-RUUMI” dibawah naungan Yayasan Rumah Kesadaran.
“Saya juga memimpikan sebuah universitas kesadaran berdiri di negeri ini, untuk melahirkan generasi-generasi yang selalu sadar akan perannyadi muka bumi ini, yaitu khalifah fil ardh,” terangnya.