Di masjid tak banyak anak yang mengikuti shalat berjamaah. Banyak anak yang takut ke masjid karena kerap dibentak pengurus karena tidak boleh ramai. Tentunya, perlu penanganan khusus bagi pengurus masjid agar anak-anak merasa nyaman berada di masjid.
Menurut Ketua Remaja Masjid Jogokariyan Enggar Haryo Panggalih sebagaimana dilansir alhikmah.co, sebisa mungkin masjid itu ramah pada anak-anak. “Sebisa mungkin, masjid itu ramah kepada anak-anak. Tak masalah mereka diberikan fasilitas-fasilitas yang bisa membuat mereka betah di masjid. Yang penting mereka nyaman terlebih dahulu, daripada nongkrong di jalan. Tinggal bagaimana kita memberikan batasan dan pengawasannya,” ungkap Galih saat ditemui Alhikmah di Islamic Media Centre Jogokariyan.
“Ketika mereka tersentralisasi di masjid lebih mudah untuk dibina. Misalnya penguatan kerohanian mereka dengan tadarus bersama,” papar Galih.
Yang miris itu, imbuh Galih, ketika anak-anak dilarang ikut berjamaah di masjid hanya karena mereka berisik. Mungkin, maksudnya baik, tapi ini menurutnya menjadi salah kaprah. Karena, kalau anak-anak tidak dibiasakan ke masjid, mereka mau dibawa ke mana? Tanya Galih.
Di Masjid Jogokariyan, anak-anak hingga remaja dengan bebas berada di masjid. Menggunakan pelbagai fasilitas yang disediakan pihak masjid. Dari jaringan internet, komputer yang diperuntukkan main games, hingga menginap di masjid.
Galih menjelaskan, di sini anak-anak ditekankan komitmen untuk hadir shalat Maghrib dan Isya berjamaah. Dari kecil memang sudah dididik untuk shalat berjamaah di masjid. Mereka datang sebelum Maghrib dan sambil menunggu shalat berikutnya, ada rangkaian kegiatan pengajian yang akan disambung setelah Isya. Sehingga, imbuh Galih, anak-anak mendapatkan dua kali momentum shalat berjamaah di masjid.
Disela menunggu Shalat Isya itu, imbuh Galih, anak-anak dikondisikan dengan mengaji, mendongeng, atau kalau ada yang mempunyai PR, biasanya ada bimbingan belajar. “Masa kecil itu, masa yang berbekas. Jadi kalau dari kecil dibiasakan ke masjid diharapkan terpatri ketika sudah besar dan menjadi perilaku sehari-hari. Saya sekarang ini pun, tidak dipungkiri seperti itu dididiknya,” aku Galih. [fathur-Alhikmah]