Tutur bahasanya yang lembut tak bisa dijumpai lagi pada diri sosok kiai kharismatik asal Sumenep Madura ini. Dialah KH. Maktum Jauhari, MA salaah satu pendiri sekaligus pengasuh Pondok Pesantren Al-Amin Prenduan, Sumenep, Madura.
Tiga bersaudara dari keturunan KH Achmad Jauhari, satu persatu tutup usia. Sebelumnya Kamis, 27 September 2007 KH. Moh. Tidjani Djauhari mendahului adik-adiknya, disusul kemudian KH. Moh. Idris Jauhari pada Kamis, 28 Juni 2012 meninggal dunia. Kini Tri Murti Pondok Al-Amien ini telah tiada, terakhir KH. Maktum Jauhari pun dipanggil Allah pada Selasa, 29 Desember 2015.
Kiai Maktum dikenal sebagai sosok yang lembut meski darah Madura mengalir di badannya. Kelembutan menjadikan kiai yang juga Rektor Institut Dirosat al-Islamiyah Al-Amien (IDIA) ini disegani oleh masyarakat.
Pembawaannya yang tenang namun kedalaman ilmunya yang meyakinkan, menjadikan sosok Kiai Maktum terlihat bersahaja dalam setiap suasana. Bahkan sosok Kiai Maktum semasa belajar di Gontor menjadi ‘musuh’ tokoh Din Syamsudin karena Din merasa tak bisa menyaingi atau menggeser posisi runer up dirinya. “Saya punya satu masalah besar selama nyantri di Gontor, yaitu Maktum. Saya selalu kerepotan menggesernya dari posisi puncak.”
Kiai Maktum juga dikenal getol menyuarakan perang besar terhadap bahaya korupsi. Lewat taushiyah-taushiyahnya, menyatakan sangat prihatin atas maraknya kasus korupsi yang menimpa negeri ini.
Kiai Maktum kerap menekankan kepada segenap lapisan masyarakat dan santri beserta alumni Pesantren al-Amien supaya tidak mendekat-dekati korupsi. Bahkan, status santri sejati tidak bisa diperoleh oleh mereka yang menimba ilmu di pesantren manakala masih terjangkit penyakit korupsi.
Syarifuddin Abdullah salah satu teman Kiai Maktum dalam laman Kompasiana menceritakan bahwa Kiai Maktum termasuk seorang “pembaca serius” dalam berbagai disiplin ilmu. Hal ini terlihat jelas dari komentar-komentarnya – yang pendek tapi bermutu – terhadap kasus-kasus tertentu di kalangan mahasiswa atau isu tertentu baik di Mesir ataupun di Indonesia.
Kiai Maktum jarang sekali terlibat perdebatan yang tegang antar sesama mahasiswa. Dia sosok yang easy going, yang tetap berkarakter. Ini agak kontras dengan pembawaaan orang Madura pada umumnya. “Bayangan saya, sikap ini yang menjadikannya salah satu ulama Madura yang disegani, setelah beliau kembali ke tanah air dan menjadi pimpinan di Pondok Al-Amin di Madura,” tulisnya.
Untuk mahasiswa seangkatannya, Kiai Maktum memiliki kemampuan bahasa Arab di atas rata-rata. Ketika itu, ia sudah dipercaya menjadi salah satu pembimbing dan pengarah sebuah group “diskusi berbahasa Arab” terbatas di kalangan alumni Gontor di Kairo.
“Beliau adalah penggemar sepak bola yang luar biasa, kalau gak salah, beliau adalah ahlawi (istilah untuk penggemar klub Ahli di Mesir).”
KH. Maktum Jauhari lahir pada 14 Mei 1958. Kiai Maktum mempunyai istri bernama Hj. Nur Jalilah Dimyati, Lc. Adapun anak berjumlah 6 anak. Dua laki-laki dan empat perempuan.
Selamat jalan, Ustadz. Jazakumullah atas ilmu, jasa, dan perjuanganmu demi Islam. Allahummagfir lahu warhamhu wa ‘afihi wa’fu ‘anhu. [FR]