Saat kakinya digergaji karena penyakit, ia sengaja tak memakai obat bius. Ia relakan kakinya dipotong secara langsung, ia ingin merasakan jika salah satu anggota tubuhnya diambil untuk melihat kebesaran Allah.
Urwah bin az-Zubair memiliki nama asli Abu Muhammad Urwah bin Zubair bin al-Awwam al-Quraisy. Ia dilahirkan setahun sebelum berakhirnya kekhilafahan Umar al-Faruq. Ayahnya adalah az-Zubair bin al-Awwam, sahabat Rasulullah SAW, orang pertama yang menghunus pedang di dalam Islam dan salah satu dari sepuluh orang yang dijanjikan masuk surga. Ibunya bernama Asma binti Abu Bakar yang bergelar Dzatun Nithaqain (Pemilik dua ikat pinggang).
Dalam hidupnya, Urwah bercita-cita ingin menjadi seorang ‘alim yang mengamalkan ilmunya. Hal ini sangat berbeda dengan beberapa saudaranya yang ingin mengejar urusan dunia.
Untuk mwujudkan cita-citanya ini, dia tekun mencari ilmu dan memfokuskan diri untuk menimba ilmu dari sisa-sisa para sahabat Rasulullah SAW yang masih hidup. Urwah rajin mendatangi rumah-rumah para sahabat, shalat di belakang mereka dan mengikuti pengajian-pengajian mereka, sehingga dia berhasil menyerap ilmu dari Ali bin Abi Thalib, Abdurrahman bin Auf, Zaid bin Tsabit, Abu Ayyub al-Anshari, Usamah bin Zaid, Sa’id bin Zaid, Abu Hurairah,Abdullah bin Abbas dan an-Nu’man bin Basyir.
Dia juga menyerap ilmu dari bibinya, Aisyah Ummul Mukminin sehingga ia menjadi salah satu dari tujuh ahli fiqih Madinah yang menjadi rujukan kaum muslimin di dalam mempelajari agama Islam.
Urwah selalu konsisten dengan apa yang ia cita-citakan. Ia menyatukan ilmu dan amal. Ia juga banyak berpuasa di kala hari demikian teriknya dan banyak shalat malam dikala malam gelap gulita, ia juga selalu membasahkan lisannya dengan dzikir kepada Allah.
Urwah juga sosok dermawan, pemaaf dan pemurah. Di antara contoh kedermawanannya, ia memiliki kebun yang paling luas di seantero Madinah. Dia selalu memagari kebunnya selama proses berbuah untuk menjaga agar terhindar dari gangguan binatang dan anak-anak yang usil. Namun ketika sudah tiba waktu panen, buah-buahnya siap dipetik dan siap dimakan, ia menghancurkan pagar kebunnya agar orang-orang mudah untuk memasukinya dan menikmatinya.
Cobaan Pun Datang
Suatu hari, Khalifah al-Walid bin Abdul Malik mengundang Urwah ke Damaskus, Urwah pun memenuhi undangan tersebut dengan membawa serta putra tertuanya. Saat itulah Allah memiliki rencana lain. Tatkala putranya memasuki kandang kuda al-Walid untuk bermain-main, salah satu dari kuda itu menendangnya dengan keras hingga meninggal dunia.
Belum lama sang ayah yang bersedih menguburkan putranya, salah satu kaki Urwah terkena tumor ganas seperti kista yang dapat menjalar keseluruh tubuh. Betisnya membengkak dan tumor itu dengan sangat cepat berkembang dan menjalar.
Karena itu, Khalifah memanggil para dokter berpengalaman untuk mengobatinya. Akan tetapi, para dokter sepakat bahwa tidak ada jalan lain untuk mengatasinya selain memotong betis Urwah. Maka, tidak ada alasan lagi untuk tidak menerima kenyataan itu.
Ketika dokter bedah datang untuk memotong betis Urwah dan membawa peralatannya untuk membelah daging serta gergaji untuk memotong tulang, salah seorang dokter menganjurkan Urwah meminum obat agar proses operasi tidak terasa.
Urwah pun dengan tegas berkata, ”Aku tidak ingin, kalau ada satu dari anggota badanku yang diambil sedangkan aku tidak merasakan sakitnya. Aku hanya mengharap pahala disisi Allah atas hal ini.”
Ketika dokter bedah itu mulai memotong betis, datanglah beberapa tokoh. Urwah pun bertanya, ”Untuk apa mereka datang?” Satu di antara mereka menjawab, ”Mereka didatangkan untuk memegang anda, barangkali Anda merasakan sakit yang amat sangat, lalu Anda menarik kaki Anda dan akhirnya membahayakan Anda sendiri.”
Urwah pun menyuruh mereka kembali. Aku tidak membutuhkan mereka dan berharap kalian merasa cukup dengan dzikir dan tasbih yang aku ucapkan. Kemudian dokter mendekatinya dan memotong dagingnya dengan alat bedah, dan ketika sampai kepada tulang, dia meletakkan gergaji padanya dan mulai menggergajinya, sementara Urwah terus membaca tahlil dan takbir.
Dokter terus menggergaji, sedangkan Urwah tak henti menyebut nama Allah hingga akhirnya kakinya buntung. Setelah operasi, kakinya dipanaskan ke dalam minyak untuk menghentikan darah yang keluar. Saat itulah, Urwah pingsan.
Saat siuman, Urwah meminta potongan kakinya lalu mengelus-elus dengan tangannya seraya berkata, ”Sungguh, Demi Dzat Yang Mendorongku untuk mengajakmu berjalan di tengah malam menuju masjid, Dia Maha mengetahui bahwa aku tidak pernah sekali pun membawamu berjalan kepada hal yang haram.” [fathur-bbs]