JAKARTA, (SM)–Produk halal bukan hanya identik dengan kebutuhan masyarakat Muslim tapi juga non-Muslim di dunia. Perusahaan-perusahaan produk makanan di Indo China (seperti Laos, Vietnam, Kamboja), Australia hingga Amerika Serikat, telah melihat produk halal ini sebagai sebuah peluang bisnis yang sangat baik untuk dikembangkan.
Pernyataan ini disampaikan Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Syarif Hidayat dalam siaran pers “Indonesia International Halal Lifestyle Expo and Conference (IIHLEC) 2016” di Jakarta, Kamis (29/9).
Syarif pun menimbang peluang Indonesia untuk memaksimalkan industri halal nasional dengan membangun zona kawasan halal. Menurutnya, Indonesia berpeluang besar memperluas pasar dan meningkatkan ekspor ke Timur Tengah karena pasar tersebut dipenuhi produk halal buatan Tiongkok dan Thailand.
“ Kami juga mengharapkan adanya peningkatan investasi dari pelaku industri dalam negeri dengan adanya kesempatan yang sangat bagus ini,” katanya.
Menurutnya, permintaan produk makanan halal dunia akan mengalami pertumbuhan sebesar 6,9 persen dalam enam tahun ke depan, yaitu dari US$1,1 trilliun (Rp14.254,05 triliun) pada tahun 2013 menjadi US$1,6 triliun (Rp20.733,16 triliun) tahun 2018.
Industri halal tidak hanya mencakup produk makanan namun juga produk dan jasa yang lebih luas termasuk islamic tourism, halal cosmetics & personal care, islamic finance, halal ingredients, dan halal pharmaceutical.
Dari sisi kesehatan, produk halal juga membawa dampak lebih baik dari produk nonhalal karena sesuai standar kehalalan, kebersihan, kesehatan dan thayyib (baik).
“Industri halal juga sudah berkembang di berbagai negara seperti Malaysia, Turki, Jepang, Singapura, Korea Selatan, sampai ke negara-negara Eropa,” paparnya. [FR]