PONTIANAK-SM. Umat Islam mulai terpecah-pecah, untuk itu Ketua Umum Pengurus Pusat IKADI Prof. Dr. KH. Ahmad Satori Ismail, MA mengajak umat Islam untuk bersatu, jangan mau dipecah-belah, sehingga umat Islam lemah dan hancur.
Melalui seminar dan bedah buku “Islam Moderat” yang diselenggarakan Sabtu (28/11) lalu, IKADI ingin menebar Islam Rahmatan lil Alamin dengan mengambil sikap tengah (al-wasath), sikap tegak lurus, tidak berlebihan.
Kiai Satori mengatakan, layaknya seorang moderator, menjadi penengah yang mampu menyatukan persoalan secara seimbang dan harmonis, tanpa mengorbankan nilai dan prinsip kebenaran.“Harus dipahami betul oleh para da’i jangan sampai umat Islam dijadikan proyek untuk dipecah-belah. Proyeknya syaithan pun ingin memecah-belah. Maka proyek unggulan pemecah-belahan utama syaithan adalah memecah-belah keluarga. Bila keluarga sudah pecah, dampaknya akan luar biasa. Karenanya umat harus waspada dengan berbagai pemikiran aneh. Sehingga tugas berat para da’i bagaimana mampu menyatukan ummat,” ujarnya.
Menurutnya, buku “Islam Moderat” bukan kitab wahyu IKADI melainkan hanya merupakan bagian dari kontribusi pemikiran Islam kontemporer yang tidak lepas dari kekeliruan dan kekhilafan. Para penulis sendiri tidak lepas dari perbedaan pendapat dalam hal-hal far’iyah, tetapi yang jelas mereka sepakat dalam hal-hal ushul, mereka juga sepakat bahwa dalam Islam adalah tsawabit dan mutaghoyyirot.
“Judul buku “Islam Moderat” juga jangan dipahami dengan mahfhum mukholafah, artinya selain pemikiran di luar buku ini tidak moderat,” jelas Prof. Dr. KH. Ahmad Satori Ismail, MA mengawali acara bedah buku. Term “Islam Moderat” tidak dapat dibandingkan atau diselaraskan dengan term-term impor seperti “Islam Fundamentalis”, “Islam Politik”, “Islam Liberal”, atau “Islam Kiri”. Term “Islam Moderat” yang dimaksud adalah “Manhaj Moderat” atau Pemikiran Moderat (manhaj Islam al-wasath). Di antaranya moderat dalam tafsir, hadits, fiqih, peradaban, seni, ekonomi dan dakwah.
Dr.H. Wajidi Sayadi, M.Ag, Ketua Komisi Fatwa MUI Kalimantan Barat yang hadir sebagai pembedah pertama menyampaikan bahwa para penulis dalam buku “Islam Moderat” adalah para akademisi, sehingga landasan cara berpikir, pijakan teoritis, teologis serta metodologisnya jelas sekali. Selain itu mereka juga para praktisi yang memahami kondisi di lapangan. “Dalam membaca buku pertama kita perlu kenal dulu siapa penulisnya. Karena dalam tradisi keilmuan Islam, yang sangat penting adalah jelas sanadnya. Harus jelas sumbernya,” ujarnya.
Tema seperti “Islam Moderat”, menurutnya sangat penting dan dibutuhkan masyarakat dalam konteks kontemporer saat ini. Karena jangan sampai umat berpecah-belah atau “masjid bubar” gara-gara perbedaan yang bersifat furuiyah. Selain itu, term “Islam Moderat” juga sejalan dengan karakteristik ajaran Islam, yaitu : Rabbaniyah, Insaniyah, Syumuliyah, Wasathiyah, Al Waqiiyah, Al wudhuh dan Integrasi.
Pembedah berikutnya, Dr. Harjani Hefni, Lc, MA lebih menjelaskan tentang makna “Rahmatan Lil Alamin”. Menurutnya, kata “rahmat “ memiliki 7 makna yaitu diantaranya kelembutan dan kasih sayang, rezeki, kenabian , tanah yang subur, Al quran, hujan dan syurga. Kemudian ruang lingkup kata “rahmat” yaitu mengajak manusia menjadi manusia yang utuh, dengan memperhatikan aspek fisik, ruh, akal dan fitrah. Sehingga aktivitas dakwah yang dilakukan para da’i harus memperhatikan aspek fisik, ruh, akal dan fitrah. Selain itu juga perhatian terhadap manusia secara keseluruhan dan alam semesta. Lalu, bagaimana mewujudkan rahmatan lil alamin? “Perlu menjaga keseimbangan antara hubungan dengan Allah (habluminallah) dan hubungan sesama manusia (habluminannas). Dalam riset saya menemukan ada 12 aspek terkait habluminallah dan 12 aspek habluminannas, “ katanya. [fathur-pontianakpost.com]