“Penghulu para syuhada adalah Hamzah.” (HR al-Hakim)
Di tengah padang tandus dan keangkuhan kafir Quraisy, muncul seberkas cahaya iman dalam diri Hamzah ibn Abdul Muthalib. Ketika sepupu Nabi Muhammad SAW yang dua tahun lebih tua itu sedang berburu di bukit Shafa, ia dengar Rasulullah tengah dihina dan dicaci maki oleh Abu Jahal. Beliau hanya diam tanpa perlawanan.
Melihat perlakuan tak manusiawi itu, Hamzah lekas mendatangi Abu Jahal yang tengah berada di kerumunan kaum Quraisy, lalu memukulnya menggunakan tangkai busur hingga luka. “Apakah kamu mencela Muhammad, sementara aku seagama dengannya?” hardik Hamzah. Saat itu Hamzah memang belum memeluk Islam. Namun sebagai pemuda yang menjunjung nilai-nilai kemanusiaan, ia tak rela jika Rasulullah, yang masih saudaranya itu diperlakukan aniaya.
Usai menghajar Abu Jahal, Hamzah bimbang, dan memutuskan pergi menemui Rasulullah untuk mengikrarkan kalimat syahadat. Keislaman Hamzah menjadi berita besar nan sangat menggembirakan, kekuatan Islam pun kian bertambah. Sejak itu, Hamzah selalu mendampingi, sekaligus menjadi pendukung dan pelindung Rasulullah. Dan dalam peperangan, Nabi juga selalu menyanjung keberanian Hamzah, dan mempercayakannya sebagai ujung tombak.
Ketika berperang, Hamzah selalu mencirikan dirinya dengan tanda sorban merah ikat kepala berhias bulu. Suatu ketika, Umayyah ibn Khalaf bertanya, “Siapa orang yang memakai ikat kepala dengan bulu itu?” Salah seorang tentara Muslim menjawab, ”Dia Hamzah, yang telah berhasil melumpuhkan dan menangkap tentara musuh.”
Atas keberanian dan peran Hamzah yang sangat besar dalam jihad, Rasulullah menjulukinya sebagai asadullâh wa asadu rasûlihi (Singa Allah dan Singa Rasul-Nya). Dan memang Hamzah sangat layak mendapatkannya. Saat perang Badar, sosok Hamzah menjadi momok paling menakutkan bagi kaum musyrik Quraisy. Tak heran jika kemudian ia ditetapkan sebagai target utama untuk dibunuh pada perang berikutnya.
Untuk misi ini, Jubair ibn Muth’im menyusun rencana licik. Ia menugaskan Wahsyi ibn Harb, seorang budak, untuk membunuh Hamzah. Jika berhasil, ia dijanjikan kemerdekaan. Wahsyi sangat senang, karena ia dendam ingin membalas kematian pamannya di tangan Hamzah saat Perang Badar.
Waktu yang direncanakan tiba. Tahun keriga Hijriah, seminggu setelah Perang Badar, terjadilah Perang Uhud. Hamzah benar-benar bertempur bagai singa mengamuk di tengah padang pasir. Tanpa gentar, putra Abdul Muthalib ini menyusup ke tengah barisan pasukan Quraisy, dan membabat semua musuh di hadapannya.
Wahsyi yang memang sejak awal telah mengincar, memanfaatkan kesempatan untuk menikam Hamzah. “Aku berlindung di balik batu untuk mendekati Hamzah. Tapi tiba-tiba Siba’ ibn Abdul ‘Uzza muncul menghadangnya,” ujar Wahsyi. Ketika keduanya sedang saling menangkis dan mengayunkan pedang, Wahsyi melemparkan tombak kecil, tepat mengenai perut Hamzah, berbarengan dengan tebasan pedang Hamzah ke kepala Siba’. Keduanya jatuh tersungkur. Hamzah pun mati syahid.
Selepas pertempuran, Rasulullah memerintahkan agar korban perang dievakuasi. Jasad Hamzah ditemukan sudah tak berbentuk lagi. Hidung dan telingnya telah dipotong, perutnya terburai hingga dimakan oleh ulat dan burung. Dikisahkan, setelah syahid, jasad Hamzah dicabik-cabik oleh Hindun, istri Abu Sufyan, lalu hatinya dimakan mentah-mentah wanita musyrikah itu. Dengan sangat iba Rasulullah bersabda, “Ia akan dibangkitkan dengan kemuliaan dan pengagungan.” (HR Abu Daud) Beliau juga bersabda, “Penghulu para syuhada adalah Hamzah.” (HR al-Hakim). Jasad Hamzah kemudian dimakamkan bersama 70 syuhada Uhud lainnya. [FR]