Akhir tahun umat Islam dihebohkan dengan adanya terompet berbahan dasar sampul al-Qur’an. Sebelumnya terbongkar sandal dan celana berlafadz Allah terjadi di negeri mayoritas Muslim ini. Umat Islam di Nusantara sedang diusik oleh pihak yang tak bertanggungjawab. Bagaimana umat Islam bersikap?
Adalah Kiai Kresno Abrory, tokoh Nahdlatul Ulama (NU) Kendal, Jawa Tengah yang pertama kali melaporkan temuan ini pada Ahad, 27 Desember 2015, setelah ia menemukan salah satu minimarket di Kebondalem, Kendal menjual terompet yang terbuat dari sampul al-Qur’an.
Hal ini dapat dipastikan karena sampul bertuliskan Kementrian Agama RI tahun 2013 dan kaligrafi Arab bertuliskan lafadzh Alqur’anulkarim.
Usut punya usut ternyata terompet ini berasal dari produsen terompet, CV Ashfri Adv yang ada di Klaten. Akhirnya Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum (Dit Reskrimum) Polda Jawa Tengah menyita 2,3 ton sampul al-Quran yang digunakan untuk terompet tahun baru ini.
“2,3 ton kertas bekas sampul bertuliskan arab sudah kami sita di Klaten,” papar Kabid Humas Polda Jateng, Kombes Pol A Liliek Darmanto lewat pesan singkat, Senin (28/12).
Menurut Liliek, selain di Kendal, ternyata terompet itu beredar di Blora, Klaten, Demak, Pekalongan, Batang dan Wonogiri. Semua terompet serupa kini sudah diamankan polisi termasuk bahan bakunya.
Tak Hanya Jateng, Jatim dan Ibukota juga Ada
Tak hanya di Jawa Tengah, terompet berbahan dasar sampul al-Qur’an juga didapat di Blitar, Jawa Timur. Polres Blitar berhasil menyita sebanyak 472 terompet yang berbahan baku sampul al-Qur’an yang disita dari sejumlah pedagang di Kabupaten Blitar.
“Kami lakukan pemeriksaan di beberapa tempat penjualan terompet di wilayah hukum Polres Blitar, dan kami dapati ada 472 terompet yang mana bahannya dari sampul luar al-Qur’an,” kata Kepala Polres Blitar AKBP Muji Ediyanto.
Terompet-terompet tersebut, kata dia, dibuat oleh pasangan suami istri W-S, warga Desa/Kecamatan Selopuro, Kabupaten Blitar. Pasangan itu juga diperiksa polisi terkait dengan asal bahan baku kertas tersebut.
Terompet berbahan dasar sampul al-Qur’an ternyata juga sudah merambah ke ibukota Jakarta. Polsek Tamansari merazia puluhan pedagang terompet dari sampul al-Qur’an di Pasar Glodok, Jakarta Barat.
Polisi pun langsung menyita ratusan terompet bersampul al-Qur’an. Lokasi dagang terompet itu pun dipasang garis polisi. Sementara itu, dua pedagang terompet diamankan ke Polsek Tamansari.
Umat Islam Jangan Terprovokasi
Menanggapi maraknya terompet berbahan dasar sampul al-Qur’an, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin meminta aparat kepolisian mengusut tuntas masalah sampul al-Qur’an yang dijadikan terompet tahun baru.
“Mudah-mudahan masalah ini bisa segera dituntaskan. Pihak-pihak yang bertanggung jawab harus mempertanggungjawabkan perbuatannya,” kata Lukman di Jakarta.
Ia mengaku menyesalkan peristiwa ini bisa terjadi. Menurutnya, menjadikan sampul al-Qur’an sebagai bahan terompet adalah perbuatan yang tidak patut. Sisa bahan dari proses pencetakan al-Qur’an seharusnya dihancurkan agar tidak digunakan untuk hal-hal lainnya.
Lukman menjelaskan, pasal 5 Peraturan Menteri Agama (PMA) No 01 Tahun 1957 tentang Pengawasan terhadap Penerbitan dan Pemasukan al-Qur’an mengatur bahwa sisa dari bahan-bahan al-Qur’an yang tidak dipergunakan lagi, hendaklah dimusnahkan untuk menjaga agar jangan disalahgunakan.
Ketua Dewan Pertimbangan MUI Din Syamsuddin meminta umat muslim tidak terpancing terkait temuan terompet berbahan sampul al-Qur’an. Namun Din tak ingin kasus ini terulang.
“Umat Islam tentu prihatin bahwa hal seperti itu terulang lagi. Belum reda ingatan mereka tentang “sandal berlafal Allah”, kini ada terompet berbungkus lembaran al-Qur’an,” ujar Din di Jakarta.
Bagi umat Islam, kata Din, al-Qur’an adalah Kitab Suci yang disucikan, sehingga baik mushaf maupun lembarannya tidak boleh dipakai atau ditaruh di sembarang tempat. Produk-produk seperti terompet dan sandal tersebut, lanjut Din, bisa dianggap sebagai penistaan agama.
“Hal ini terjadi mungkin karena keawaman tentang agama atau karena kesengajaan, yakni memancing emosi umat Islam, dan dianggap akan selesai dengan permohonan maaf. Namun apa pun motifnya, penistaan agama seperti ini tidak boleh dibiarkan. Jelas ini menunjukkan sikap intoleran dan dapat menganggu stabilitas nasional,” ujar mantan Ketum PP Muhammadiyah ini.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi VIII DPR Sodik Mudjahid mengkhawatirkan ada agenda lain di balik kemunculan kasus tersebut karena berpotensi menimbulkan riak-riak konflik. Sebelumnya kasus mirip terjadi, kasus celana jeans dan kaos bertuliskan ayat al-Qur’an, kasus sandal berlafadz Allah.
“Pengusutan harus sampai tuntas menemukan aktor intelektualnya. Mengingat peristiwa ini telah berulang kali terjadi,” kata Sodik di Jakarta.
Menurut Sodik ketika kasus serupa muncul sekali, masyarakat masih berpikir hal itu akibat kelalaian. Tetapi ketika peristiwa ini berulang, maka wajar jika kita berpikir ada aktor atau skenario di balik rentetan pelecehan ayat suci tersebut.
“Jika aktor sesungguhnya yang sengaja membangun riak-riak konflik ini tidak ditemukan dan dihentikan, maka hal ini akan semakin menyuburkan dan menumbuh kembangkan konflik di masyarakat,” tandasnya. [FR-bbs]