JAKARTA, (SM)–Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) menolak intervensi Kementerian Riset Teknologi dan Perguruan Tinggi (Kemenristek Dikti) yang melarang mahasiswa ikut dalam aksi demo 4 November 2016. Intervensi dalam bentuk Surat Edaran Kemenristekdikti ke publik telah menciderai prinsip demokrasi yang diatur dalam konstitusi negara.
Dalam rilis yang diterima SuaraMasjid, Kamis (3/11), BEM SI mengkritik sikap presiden terkait penegakan hukum atas kasus penistaan al-Qur’an dan ulama oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok. BEM SI meminta supaya presiden bersikap bijak dan tegas, bukan menunjukan sikap keberpihakan terhadap pelaku yang merusak prinsip ke-bhinnekaan, nasionalisme, dan stabilitas sosial.
Oleh karena itu, BEM SI menyampaikan beberapa sikapnya;
Pertama, mengecam tindakan Basuki Cahya Purnama yang mengkebiri ke-bhinneka-an dan semangat nasionalisme karena telah menistakan agama Islam sebagai salah satu agama yang diakui konstitusi.
Kedua, menuntut presiden dan aparat penegak hukum untuk bersikap tegas dan segera menjatuhkan hukuman yang adil sesuai konstitusi, guna mengembalikan stabilitas Negara.
Ketiga, menghimbau kepada seluruh civitas academica perguruan tinggi, khususnya mahasiswa seluruh Indonesia untuk terlibat dalam aksi demonstrasi yang dijamin oleh konstitusi.
Keempat, mengutuk segala bentuk pembungkaman pergerakan mahasiswa dan pelemahan kebebasan menyampaikan pendapat di muka umum.
Kelima, mendesak Kemenristekdikti untuk mencabut surat edaran dirjen Belmawa nomor 350/B/SE/2016 tentang himbauan terkait unjuk rasa 4 Nopember 2016 karena menciderai gerakan mahasiswa yang independen dengan berdasarkan gerakan moral intelektual.
“Bila kita adalah gerakan, maka diam berarti mati! Seru pernyataan BEM SI yang dimotori Koordinator Ketua BEM UNJ Bagus Tito Wibisono. [FR]